Selama ini pemahaman kita akan asal muasal alam semesta telah didasarkan
pada konsep bahwa alam semesta lahir melalui sebuah proses ‘dentuman
besar’, pada suatu ketika
di masa lampau.
Tetapi apakah benar demikian adanya? Sains selalu didasarkan pada
justifikasi yang didasarkan fakta pengamatan. Akan tetapi, untuk
mendapatkan justifikasi itu, maka sains selalu terbuka akan interpretasi
yang bisa berbeda sama sekali.
Model konvensional kosmologi untuk alam semesta mengembang. Kredit: TAKE 27 LTD/SPL
Sebagaimana yang telah dipahami saat ini, bagaimana astronomi
menjelaskan tentang alam semesta diperoleh dari cahaya yang
dipancarkan/diserap dari atom-atom dari benda-benda langit, yang
ditampilkan dalam warna, atau frekuensi, secara populer disebut sebagai
pergeseran merah.
Apabila ada materi yang bergerak menjauh, maka dari Prinsip Doppler,
warnanya akan cenderung menjadi lebih merah, atau frekuensi yang lebih
rendah, dari spektrum elektromagnetik. Prinsip dasar ini yang
dipergunakan oleh para perintis teori ‘dentuman besar’, seperti Georges
LemaƮtre yang merumuskan matematikanya, sementara Edwin Hubble mengamati
bahwa memang galaksi-galaksi mengalami pergeseran merah, semakin jauh
galaksinya, semakin mengalami pemerahan spektrumnya. Dari hal tersebut
maka dideduksikan bahwa alam semesta mengalami pengembangan, sebagaimana
yang telah kita terima saat ini.
Bagaimana jika, alih-alih alam semesta mengembang – sebagaimana yang
telah kita terima saat ini tidak terjadi, tetapi massa semua yang ada di
alam semesta mengalami peningkatan? Interpretasi seperti itu dapat
membantu memberikan pemahaman yang lebih baik pada permasalahan yang
dihadapi oleh Kosmologi saat ini. Walaupun masih perlu dukungan bukit
yang dapat diamati dari teori tersebut, tetapi teori yang disampaikan
oleh Christof Wetterich, ahli fisika teoritis dari Universitas
Heidelberg tampaknya cukup menarik perhatian karena teori fisikanya
cukup sahih.
Sebagaimana yang telah diutarakan, bahwa cahaya itu adalah hasil
interaksi atom-atom penyusun materi, hal ini dipergunakan oleh Wetterich
untuk menyusun teorinya. Karakteristik cahaya yang dipancarkan atom
juga dipengaruhi massa, serta juga denan elektron-elektron dalam atom
tersebut. Bayangkan apabila atom mengalami peningkatan massa, maka foton
yang dipancarkan menjadi lebih berenergi, dan karena energi
berkorespondensi dengan frekuensi, maka semakin besar massa, semakin
mengalami pergeseran ke biru dari spektrum yang teramati, dibandingkan
dari keadaan yang sebelumnya telah diketahui, yaitu sebelum massa
meningkat, demikian juga sebaliknya.
Kemudian, karena laju cahaya adalah terbatas, maka kita melihat
galaksi-galaksi jauh sebagaimana kita melihat pada suat kala di masa
lampau, kala cahaya mulai dipancarkan dari sumbernya. Apabila massa kala
itu rendah, dan kemudian mengalami peningkatan, maka warna galaksi tua
akan mengalami pergeseran merah dibanding frekuensi-nya saat ini, dan
jumlah pergeseran merahnya akan berbanding terhadap jaraknya ke Bumi.
Dengan demikian, pergeseran merah galaksi akan menampilkan fenomena
seolah-olah mereka mengalami pergeseran menjauh (padahal belum tentu
demikian).
Pekerjaan yang dilakukan oleh Wetterich adalah murni konsep
matematika guna menginterpretasi pergeseran merah, akan tetapi makna
fisis-nya akan sama sekali berbeda dibanding yang kita pahami dari model
‘dentuman besar’. Bayangkan apabila ternyata alih-alih alam semeta
berawal dari ‘dentuman besar’, hal itu tidak terjadi sama sekali, akan
tetapi tidak ada awal alam semesta, bahkan alam semesta cenderung untuk
menjadi statis, bahkan mengalami keruntuhan.
Tetapi, bagaimana kita dapat menguji model ini? Bagaimana kita dapat
mengukur bahwa massa itu mengembang? Satu kilogram adalah massa yang
sudah disepakati, diukur dan ditera berdasarkan satuan standar yang
telah ditentukan, dimanapun di seluruh alam semesta itu akan berlaku
tetap. Bagaimana kita mengatakan satu kilogram mengalami peningkatan?
Walaupun secara matematis itu boleh-boleh saja, akan tetapi tidak akan
mudah untuk diuji.
Kendati demikian, teori yang disampaikan Wetterich, tidaklah serta
merta ditolak, karena teori-nya cukup sahih, dan demikian bisa menjadi
pijakan apabila ada model-model alam semesta lain yang hendak diajukan,
bahkan lebih lanjut lagi, membuka wawasan, dan mengantar kita
mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang ada, yang kita belum pahami,
dan keluar dari zona nyaman kemapanan pengetahuan kita, yang masih
menyisakan banyak pertanyaan.
Sumber : http://langitselatan.com/2013/07/17/bagaimanakah-bila-ternyata-alam-semesta-tidak-mengembang/
Artikel Terkait